Suatu
kontrak konstruksi yang telah memenuhi syarat – syarat yang sah dan asas – asas
suatu kontrak, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kegagalan bangunan
(Building Failure). Dalam pekerjaan konstruksi bangunan sering ditemukannya kegagalan bangunan yang dapat
diakibatkan oleh pihak penyedia jasa atau pengguna jasa.
Berdasarkan
UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi, Bab 1, Pasal 1 ayat 6, kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan
yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi
tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau
pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau
pengguna jasa. Menurut Peraturan Pelaksanaan Undang – Undang Jasa
Konstruksi,Peraturan Pemerintah No.29
Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Bab V, Pasal 34, kegagalan
bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara
keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan
kesehatan kerja, dan atau keselamatan umum sebagai akibat kesalahan penyedia
jasa dan atau pengguna jasa.
Sedangkan
HAKI pada tahun 2001 mencoba mengkaitkan dengan UU-RI No.18 Tahun 1999 tentang
Jasa Konstruksi memberikan definisi kegagalan bangunan adalah suatu bangunan
baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami kegagalan bila tidak
mencapai atau melampaui nilai – nilai kinerja tertentu (persyaratan minimum,
maksimum dan toleransi) yang ditentukan oleh peraturan, standar, dan
spesifikasi yang berlaku saat itu sehingga bangunan tidak berfungsi dengan
baik. Kemudian HAKI mendefinisikan kegagalan bangunan akibat struktur yaitu
suatu bangunan baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami kegagalan
struktur bila tidak mencapai atau melampaui nilai – nilai kinerja tertentu
(persyaratan minimum, maksimum dan toleransi) yang ditentukan oleh peraturan,
standar, dan spesifikasi yang berlaku saat itu sehingga struktur bangunan tidak
memenuhi unsur – unsur kekuatan, stabilitas, dan kenyamanan layak pakai yang
diisyaratkan.
Dari
definisi – definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kegagalan bangunan adalah
hal yang kompleks dan tidak sederhana untuk diselesaikan. Kegagalan bangunan
dapat menimbulkan kerugian harta benda dan korban jiwa. Oleh karena itu,
kegagalan bangunan ini harus dapat
diantisipasi dengan cermat dan baik. Antisipasi pertama dapat dilakukan dari
tahap perencanaan itu sendiri. Kegagalan bangunan tersebut dapat diprediksi dan
tidak dapat diprediksi oleh manusia. Yang dapat diprediksi oleh manusia adalah
desain, spesifikasi teknis, material, tukang, dan pemeriksaan. Kegagalan yang
dapat diprediksi ini seharusnya dapat diatasi oleh pihak yang melakukan
kesalahan. Yang tidak dapat diprediksi oleh manusia ( act of God ) adalah sesuatu
yang terjadi diluar dugaan seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, badai
, banjir dan lain sebagainya.
Semua
pekerjaan konstruksi melakukan pergerakannya sesuai dengan tahapan (siklus)
kegiatannya yaitu diawali dengan perencanaan, sifat bahan bangunan yang
digunakan, pengujian bahan dan bangunan/konstruksi, pelaksanaan dan pengawasan
serta pemeliharan bangunan. Kegiatan – kegiatan tersebut harus dilakukan secara
bertahap agar memperoleh hasil yang baik dan memuaskan. Tahap – tahap tersebut
harus dilakukan dengan baik, jika pada salah satu tahap terjadi kegagalan maka
akan mempengaruhi kegiatan yang lainnya serta harus mengikuti ketentuan atau
standar yang berlaku.
Kegagalan
– kegagalan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi kegagalan konstruksi,
kegagalan pelayanan, kegagalan pemeliharaan. Kegagalan konstruksi adalah hasil
pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis baik sebagian ataupun
keseluruhan yang diakibatkan oleh kesalahan pihak penyedia jasa atau pengguna
jasa. Menurut waktu kejadiannya, kegagalan bangunan dan kegagalan konstruksi
itu berbeda. Kegagalan konstruksi terjadi selama masa konstruksi, dimana
bangunannya belum selesai. Sedangkan kegagala bangunan terjadi setelah serah
terima akhir pekerjaan ( FHO ) antara pihak penyedia jasan dan pengguna jasa.
Didalam peraturan pemerintah, kedua kegagalan tersebut diakibatkan oleh
kesalahan pihak penyedia jasa atau pengguna jasa.
Kegagalan bangunan dapat disebabkan oleh
faktor kesalahan manusia itu sendiri. Kesalahan manusia itu dapat diakibatkan
dari ketidaktahuan,kesalahan kinerja (kecerobohan dan kelalaian) dan
keserakahan. Ketidaktahuan dapat diakibatkan dari kurangnya pelatihan,
pendidikan dan pengalaman. Kesalahan kinerja ( kecerobohan dan kelalaian)
termasuk salahnya dalam perhitungan dan tidak terperinci, tidak benar dalam
membaca gambar dan spesifikasi dan cacat konstruksi. Walaupun demikian,
konsultan tersebut harus merencanakan segala sesuatunya dengan baik, sehingga
mendapatkan hasil yang maksimal juga.
Faktor
penyebab terjadinya kegagalan bangunan yang dapat melibatkan perencana,
pengawas, pelaksana, dan pengguna jasa.
Penyebab kegagalan perencana yaitu terjadinya penyimpangan dari prosedur baku,
manual atau peraturan yang berlaku, terjadinya kesalahan dalam penulisan
spesifikasi teknis, kesalahan gambar rencana, dan kesalahan atau kurang
profesionalnya perencana dalam menafsirkan data perencanaan dan dalam
menghitung kekuatan rencana suatu komponen konstruksi. Kegagalan yang
disebabkan oleh pengawas adalah tidak melakukan prosedur pengawasan yang benar,
menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak sesui dengan spesifikasi,
menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak didukung oleh metode
konstruksi yang benar, dan menyetujui gambar rencana kerja yang tidak didukung
oleh perhitungan teknis. Penyebab kegagalan pelaksana adalah tidak mengikuti
spesifikasi sesuai kontrak, salah membuat metode kerja, tidak melaksanakan
pengujian mutu dengan benar,dan salah mengartikan spesifikasi.
Selain
penyebab kegagalan dari pihak perencana, pengawas dan pelaksana ada juga dari
pihak pengguna jasa. Faktor penyebab kegagalan pengguna jasa/bangunan adalah
penggunaan bangunan yang melebihi kapasitas rencana, penggunaan bangunan yang
sudah habis umur rencananya, penggunaan bangunan diluar dari peruntukkan
rencana dan penggunaan bangunan yang tidak didukung oleh program pemeliharaan. Faktor
kegagalan bangunan tidak mudah untuk
diidentifikasi kesalahannya. Terkadang kegagalan bangunan itu dapat dipengaruho
oleh faktor alam dan perilaku manusia. Perilaku manusia memiliki peran yang
cukup berarti dalam kegagalan bangunan.
Jika
proyek konstruksi tersebut berada di daerah yang berisiko (daerah
yang rawan gempa, kondisi tanah,perbedaan ketinggian tanah) maka harus
dilakukan penyelidikan – penyelidikan terlebih dahulu dan
teridentifikasi secara jelas sehingga risiko keruntuhan menjadi berkurang
walaupun biaya yang dikeluarkan menjadi bertambah. Kemudian adanya komunikasi
yang baik antara pihak pengguna jasa dengan penyedia jasa sehingga hasil
pekerjaannya sesuai dengan keinginan pengguna jasa tersebut.
Untuk
mengidentifikasi kegagalan bangunan tersebut maka dilakukanlah penilaian
terhadap kegagalan bangunan tersebut. Penilaian terhadap kegagalan bangunan
tersebut dilakukan oleh orang – orang yang profesional dalam bidangnya,
bersifat independen dan memberikan penilaian yang objektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar